Dunia Tak Sekecil Kamar Apartemen, Bagian 3

Aku melanjutkan langkahku menuju sebuah gang di pinggir kota, aku mengantar Natasya, seorang pengamen jalanan yang memiliki bakat luar biasa, ke rumahnya. Ini sudah hampir jam 10 malam, dan aku tidak mungkin membiarkan seorang perempuan pulang sendirian.

Dalam perjalanan kami hanya berbicara seadanya, selain aku yang merasa tidak enak jika terus bertanya, dia juga masih tampak sedih. Kejadian beberapa jam yang lalu saat kami di cafe, memberitahuku beberapa pelajaran penting dalam hidup ini, kalau kita tidak boleh sombong dan merasa tinggi dengan apa yang kita miliki.
Syukurlah, aku dan Natasya sampai ke rumahnya tanpa ada hambatan sedikitpun. Jujur saja, aku sempat khawatir saat berjalan disebuah gang kecil, dan letaknya dipinggiran kota pula, kalau ada preman bagaimana? Aku ini tidak bisa beladiri, aku bahkan belum pernah berkelahi seumur hidupku.
Sebenarnya rumah yang memiliki diameter 4x4 meter di depanku ini bukanlah rumah Natasya, ia hanya menyewanya, dan beruntungnya ia mendapat harga yang lebih murah karena pemilik rumah tersebut adalah teman ibunya. Aku sendiri sempat bertanya tanya, ‘bukankah lebih baik memberinya tumpangan gratis?’ lalu aku baru sadar kalau kami tinggal di kota besar, biaya hidup sangatlah penting, dapat menyewa rumah dengan harga yang murah saja harusnya sudah sangat bersyukur.
Natasya menawariku untuk masuk ke dalam rumahnya, tapi aku menolak. Aku rasa, tidak sopan jika ada anak laki laki yang masuk ke dalam rumah seorang perempuan pada jam segini. Saat aku mau pamit pulang tiba tiba pintu rumahnya terbuka, lalu muncul anak kecil yang mukanya mirip dengan Natasya, hanya saja lebih imut. Aku yakin itu pasti adiknya.
“Maria, kamu belum tidur?” suara Natasya terdengar sangat lembut di telingaku.
“Belum,” Jawab Maria dengan muka polosnya, ‘imut sekaliii’.
“Maaf ya membuatmu khawatir, ayo masuk, tidur sayang,” Nataysa mengelus kepala adiknya dengan sangat lembut, aku yakin ia sangat menyayangi adiknya itu. Pandangan Natasya beralih kepadaku.
“Terimakasih untuk hari ini, kalau ada waktu senggang, mampirlah.” Katanya.
Aku agak gugup, aku sebelumnya belum pernah main ke rumah perempuan, kecuali kakak iparku, “Iya sama sama. Hmm iya kapan kapan, hehe.”
“Sudah dulu ya? Selamat malam,” katanya sambil masuk ke rumah dan melambaikan tangannya.
“Selamat malam,” aku juga ikut melambaikan tangan.
Aku tidak menyangka aku bisa mendapatkan pengalaman yang begitu luar biasa saat aku keluar dari apartemen yang sudah kuanggap sebagai ‘kerajaanku’ itu. Mungkin besok aku akan mencoba untuk lebih sering keluar dari kamarku, dan mencoba untuk menjelajah dunia luar, entah apalagi yang akan kutemui, tapi pasti itu lebih baik dari pada hanya melihat dari sebuah layar yang bahkan kebenarannya tidak pasti.
~~~
Jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi, tapi aku masih saja enggan untuk pergi keluar, aku heran, kemana niatku untuk menjelajah dunia luar yang semalam? Mungkin aku masih lelah karena memang semalam aku pulang sangat larut, karena jarak dari rumah Natasya ke apartemenku sangat jauh.
Mungkin sebaiknya aku istirahat dulu, lagi pula aku juga bisa keluar waktu siang. Awalnya sih begitu, sampai ada yang mengetuk pintu apartemenku dengan sangat keras.
*Tok tok tok tok tok*
Aku merasa kenyamananku diganggu, tidak mau suara keras itu terulang lagi, aku langsung berjalan ke arah pintu dan membukanya. Terlihat seorang laki laki bertubuh gemuk, tidak terlalu tinggi, dan menggunakan pakain biasa dengan tambahan topi hijau. Aku tidak begitu mengenalnya, setahuku dia adalah penghuni apartemen yang tepat berada di samping kamarku, “Ya ada apa?” Tanyaku ramah, meskipun jujur saja, aku sangat merasa terganggu.
Dia tampak sangat gelisah, “Hei, bisa kau bantu aku?”
Aku awalnya ingin menolaknya, tapi melihat dia yang sangat gelisah seperti itu, aku jadi tidak tega, “Baiklah, bantu apa?” tanyaku sambil menutup pintu.
Dia langsung berbalik dan memberi isyarat untuk mengikutinya, “Ayo masuk ke kamarku,” katanya sambil berlari menuju pintu kamarnya, aku hanya berjalan biasa.
Daaaaan lagi lagi aku dibuat takjub dengan apa yang ada di sekitarku, terdapat banyak sekali figure animasi ala Jepang atau anime di dalam kamarnya, poster yang ditempel di dindingnya juga sangat banyak, dan saat dia membuka lemarinya, terdapat banyak dvd animasi yang bahkan jumlahnya mungkin ratusan, inikah yang orang orang sebut sebagai Otaku/maniak Anime? Tapi yang lebih mengejutkanku adalah, adanya sebuah CPU yang dilengkapi 3 buah layar LCD berukuran sekitar 15 inch lalu beberapa alat tulis yang asing bagiku di pojok kamarnya, bukan apa apa sih, tapi aku merasa itu sangat keren, apa dia progamer atau mungkin desainer?
Dari sekian banyak barang yang ada di sana, dia mengambil laptop yang memiliki gambar yang sama dengan suasana kamarnya. Dia lalu mengambil sebuah kertas di atas mejanya, dan berjalan ke arahku, “Bisa kau bantu aku memasukkan data ini?”
‘Hah?’ dia memintaku kemari hanya untuk memasukkan biodata saja? Aneh, kudengar para maniak anime/Otaku memiliki kemampuan yang tinggi dibidang teknologi terutama komputer  ataupun yang lainnya, tapi dia malah menyuruhku memasukkan biodata yang seharusnya bisa dilakukannya sendiri, dan lagi, apa gunanya ketiga LCD besar itu?
“Tunggu bukankah kamu bisa memasukkan datanya sendiri?” Tanyaku sambil menunjuk perangkat komputer di pojok kamarnya.
“Ah itu ya, itu hanya kugunakan untuk membuat desain dan mengedit saja,” katanya sambil memandang ke arahku.
Sebenarnya masih ada lagi yang ingin kutanyakan, kenapa dia tidak bisa memasukkan datanya sendiri? Kenapa dia bisa punya alat secanggih itu? Aaaargh, sebelum banyak pertanyaan yang merasuki otakku, kupustkan untuk membantunya dulu.
“Baiklah, sini perlihatkan datamu dan websitenya,” kataku sambil mengambil kertas data dari tangannya.
“Website itu apa?” Pertanyaan yang terlontar dari bibirnya sukses membuatku diam mematung dengan puluhan pertanyaan di dalam otakku. Bagaimana mungkin di era modern seperti ini tidak ada yang tahu apa itu website? Aku semakin bingung dengan tetanggaku ini.
“Tunggu, kau tidak tahu apa itu website?” tanyaku mencoba memastikan kalau telingaku tidak salah menangkap apa yang ia katakan.
“Iya, memangnya website itu apa?” tanyanya dengan polos, dan sekarang aku sangat yakin dengan apa yang kudengar tadi.
Aku hanya diam dengan banyak pertanyaan diotakku, aku melihat kertas yang ia berikan padaku tadi, disitu hanya tertulis dua alamat email, lalu password dan, hmm perintah? Yang pasti kertas ini menyuruh untuk mengirim sebuah file desain ke alamat email yang satunya. Alamat email pertama, Jordan.Ando3@mail.com, untuk alamat ini disertai sebuah password, lalu alamat email yang ke dua, Familyart@mail.com, alamat ini tidak disertai password. Pandanganku terpaku pada alamat email kedua, FamilyArt? Bukankah itu nama perusahaan desain yang sangat terkenal di dunia? Pandanganku beralih ke tetanggaku.
“Apa namamu Jordan atau Ando?” tanyaku dengan sangat penasaran.
Dia yang tadi asik memperhatikanku langsung menjawab, “Bukan, namaku Mouty Mark, kau bisa memanggilku Mouty, lalu nama yang kau sebut itu adalah sahabatku, dia sangat baik padaku. Ah, dia juga yang membelikanku alat desain disana, dia juga yang menanggung hidupku, maksudku seperti biaya apartemen ini, uang jajanku, dan juga yang lain, intinya dia sangat baik sekali.” Dia mendeskripsikan sahabatnya itu dengan sangat antusias, aku sendiri kagum ternyata masih ada orang yang dermawan di dunia ini, meskipun agak mencurigakan sih.
Aku mulai melakukan perintah perintah seperti yang tertulis di kertas ini, seperti masuk ke akun bernama Jordan Ando, dan saat kubuka, ternyata banyak email dari Family Art di sana, sepertinya dia sangat terkenal. Aku mulai mencari file desain di laptop Mouty, sesuai petunjuk di kertas, lalu mengirimnya ke Art Family. Akhirnya terkirim juga, nah sekarang urusanku disini selesai, ‘apa aku mulai mengintrogasi Mouty ya?’ Tapi setelah kupikir pikir percuma saja mengintrogasinya, aku yakin pasti ia tidak tahu apa apa.
“Nah sekarang sudah selesai,” kataku sambil tersenyuk ke arah Mark.
“Benarkah? Terimakasih, aku sangat tertolong, kalau saja kamu tidak ada, pasti aku dimarahi Jordan,” sepertinya ia terlihat sangat lega.
“Kenapa kau bisa dimarahi olehnya?” tanyaku.
“Iya memang begitu. Tadi aku sudah bilangkan? Jordan menanggung hidupku dan memberiku fasilitas seperti ini,” dia menunjuk ke sekeliling kamarnya, “Tapi aku harus membuat desain baru, satu minggu satu desain, kadang juga hanya disuruh mengedit saja,” jelasnya.
Entah kenapa aku merasa ada yang janggal disini, “Jadi intinya kau bekerja sama dengan Jordan?”
Ia mengangguk, “Iya.”
“Kalau kau membuat desain dan mengedit, lalu Jordan sebagai apa?” Setelah aku melontarkan pertanyaan tersebut, aku kembali melihat ke layar laptop dan mendapati pesan bari dari Family Art, tanpa pikir panjang aku langsung membukanya.
“Hmm, bagaimana ya? Aku sendiri kurang tahu, tapi setelah mengenal Jordan aku bisa mendapat uang untuk membeli beberapa figure dan dvd anime kesukaanku, aku sangat tertolong,” katanya dengan riang, dan aku sendiri masih fokus dengan email yang kubaca.
Aku membuka file desain yang tadi kukirim, dan menanyakannya pada Mouty, “Apa kau yang membuat ini?” tanyaku. Ia kembali menganggukkan kepalanya, tapi terlihat agak malu malu.
‘Apa apaan ini?’ Aku tidak percaya dengan apa yang kubaca, aku menolah ke arah Mouty, “Hei, biasanya berapa uang yang kau terima dari Jordan?”
Dia tampak bingung, “Eh? Hmm biasanya sih $400,”
Aku syok! Sudah kuduga ada hal yang aneh disini, pertama adalah ketidak tahuan Mouty tentang website dan cara mengirim email, dan aku yakin ia juga tidak tahu apa itu email. Yang kedua, kebaikan Jordan pada Mouty yang hanya disuruh menggambar saja, dan yang terakhir adalah, hubungan Jordan dengan Family Art. Keanehan terakhir ini terjawab saat aku membaca email dari Family Art.
Di email ini tertulis hubungan antara Jordan dengan Family Art. Jordan adalah penjual desain gambar, dan Family Art adalah pembeli dari desain milik Jordan, dan yang paling membuatku syok adalah uang yang ditransferkan ke rekening Jordan, aku mengucek mataku untuk memastikan angka nol yang kulihat tidak salah, uang yang diterima Jordan adalah $2000 !! Uang tersebut bahkan tidak ada setengah dari yang diberikannya pada Mouty.
Aku kembali melihat ke arah Mouty, ia terlihat biasa saja, dan mungkin tampak aneh bagi sebagian orang karena penampilannya itu, tapi aku tidak menyangka kalau gambar yang dibuatnya bisa laku terjual ke perusahaan besar dengan harga yang sangat fantastis. Tapi disisi lain aku merasa kasihan dengannya, setelah melihat jumlah uang yang diterimanya dari orang yang katanya ‘sahabat’ itu, aku yakin ia hanya diperalat oleh Jordan, dan yang lebih parah adalah aku tidak tahu ia sudah melakukan ‘kerjasama’nya ini sejak kapan, dan sudah berapa dollar yang ia amalkan ke Jordan yang hanya duduk diam sementara ia harus bekerja ekstra untuk membuat desain gambar.

Apanya yang menanggung hidup? Apanya yang orang baik dan dermawan? Yang ada di otakku sekarang adalah orang rakus yang hanya ingin mendapat kekayaan dari orang lain tanpa perlu bekerja keras, mendapatkan banyak uang tanpa bekerja, mendapat biaya hidup tanpa harus sensara, mendapat kejayaan tanpa sebuah pengorbanan. Mungkinkah ini yang sering orang sebut Bahagia Di Atas Penderitaan Orang Lain?
Bersambung...

You may like these posts

Post a Comment