Cerpen, Dua Sisi Yang Berbeda Namun Sama

Image result for Loneless
Siswa itu memasuki kelas dengan langkah yang pelan, di dalam kelas ia melihat beberapa temannya sudah membentuk grubnya masing masing, ada yang bergosip ria, ada yang bermain game bersama, dan ada juga yang mengerjakan tugas. Ia melangkah menuju bangkunya, lalu duduk dan mengeluarkan headset untuk mendengarkan musik, ia suka kesendirian.

Asik mendengarkan musik, ada seorang ‘teman’ yang menepuk bahunya, “Hei Steve, kau sudah selesai megerjakan PR Matematikamu? Kalau sudah, pinjam dong, aku semalam lupa kalau ada PR,” kata ‘teman’ tersebut sambil menarik kursi dari bangku sebelah, lalu duduk disamping Steve. “Apa iya lupa harus setiap hari?” Ini sudah menjadi kebiasaan ‘teman’nya itu setiap kali ada PR atau tugas, dengan dalih ‘lupa, sibuk, tidak ada yang memberi tahu dsb’.
Steve membuka tas dan mencari buku Matematika miliknya, setelah mendapatkannya ia memberikannya kepada Bob, ‘teman’nya tadi. “Ini Bob, kalau sudah selesai bawa ke sini lagi, jangan berikan pada orang lain.” Kata Steve sambil menyerahkan buku tersebut, Bob hanya tertawa kecil, “Iya iya, santai saja,” Bob lalu pergi ke bangkunya, dan menyalin PR Steve di bukunya.
Beberapa saat kemudian, ada yang menghampiri Bob dan bertanya tentang apa yang sedang ia tulis, dengan entengnya ia menjawab kalau sedang menyalin PR Matematika Steve, sontak siswa tersebut memanggil beberapa temannya dan melakukan hal yang sama dengan Bob, menyalin pekerjaan temannya. Melihat hal tersebut Steve hanya merutuki dirinya sendiri dan ‘teman’nya itu, “Dasar Bocah itu.”.
Keseharian Steve selalu dihabiskan dengan mendengarkan musik di bangkunya, ia tidak banyak bicara, ia lebih suka menyendiri, dan kenyataan yang lebih pahit adalah ia tidak pernah didekati ‘teman’nya kalau tidak ada keperluan khusus, seperti menyontek PR atau menyalin tugas, ia sendiri sebenarnya sangat mempermasalahkan hal tersebut, apa yang ia kerjakan semalam suntuk hanya disalin ‘teman’nya dalam waktu yang sangat singkat. Sempat terpikirkan olehnya, apa sih yang orang orang itu lakukan setelah mereka pulang? Bermain? Jalan jalan? Entahlah, ia lebih memilih untuk berhenti memikirkannya.
Selain Steve, sebenarnya ada juga siswa yang pendiam di kelasnya, hanya saja ia ditakuti dan dijauhi karena sering terlibat masalah, dia adalah Ando. Sama halnya dengan Steve, ia jarang sekali bahkan nyaris tidak pernah berbicara dengan siswa lain dikelasnya, dalam tugas kelompok pun ia selalu mendapat kelompok yang tidak kompak, berbeda dengan Steve yang menjadi rebutan laki laki/perempuan karena hanya ingin ‘mempermudah’ pekerjaan mereka.
Setelah pulang sekolah, Steve berencana untuk membeli beberapa sayuran untuk memasak, Steve tinggal sendirian di apartemen yang disewakan orang tuanya, ia disekolahkan orang tuanya di SMAnya yang sekarang karena SMA tersebut adalah SMA yang favorit, tapi setelah masuk ke dalam SMA tersebut, kesan ‘Favorit' yang Steve bayangkan menghilang. Ia hanya pulang 1 bulan 1 atau 2 kali saja, dan jaraknya sendiri cukup jauh, ia sudah biasa menerima uang lewat rekening bank milikya, jadi tidak perlu khawatir tentang uang.
Setelah selesai membeli sayur dan bahan lainnya, ia langsung pulang menuju apartemennya, ditengah perjalanan pulang ia melihat proyek pabrik baru, dari desas desus yang beredar katanya pabrik tersebut akan menjalankan bisnis pakaian dan aksesoris lainnya. Steve berencana melamar pekerjaan di pabrik tersebut setelah pabrik tersebut selesai, meskipun mendapat larangan keras dari orang tuanya, karena ia harus fokus kuliah di salah satu universitas di kota tersebut. Ia tidak terlalu memusingkannya, toh kalau dilarang untuk bekerja karena harus fokus kuliah, ia masih akan tetap bekerja dan tentu saja menyembunyikan hal tersebut dari orang tuanya, selain jarak rumah yang cukup jauh, orang tuanya juga jarang menengok Steve.
Langkahnya terhenti saat ia melihat teman sekelasnya dengan enteng mengangkat batu bata yang beratnya puluhan kilo, Ando. Sebenarnya ia cukup kaget menemui teman satu kelasnya yang jujur saja tidak pernah ia sapa sama sekali saat di kelas, tapi melihat bagaimana ia bekerja dengan mengangkat benda benda berat tersebut, ia menjadi penasaran dengan teman satu kelasnya tersebut. Tanpa pikir panjang, ia langsung menghampiri Ando dan menyapanya “Hay Ando.” Mendengar namanya dipanggil, Ando langsung menoleh ke sumber suara dan menemukan teman sekelasnya, ia kaget bisa bertemu dengan Steve di tempat seperti ini.
Meskipun sempat saling menatap Ando hanya diam dan tidak menjawab panggilan Steve, Steve mendekat lagi dan ia bisa melihat dengan jelas keringat dan debu debu yang menempel di tubuh Ando. “Apa yang kau lakukan?” menurut Steve itu pertanyaan yang cukup bodoh baginya, “Apa kau buta? Kau bisa melihat aku sedang bekerjakan?” itulah perkiraan Steve bagaimana Ando akan merespon. “Aku sedang bekerja, kau sendiri kenapa kesini?” Jawaban Ando membuat Steve agak lega, ia terlalu berfikir negatif. “Aku melihatmu, makanya aku menghampirimu,” jawaban yang spontan keluar dari mulut Steve. “Ooh.”
Suasana agak hening, Steve mencoba membuka pikirannya, “Ando, mau bicara denganku sebentar?” kata Steve. Ando meletakkan batu bata yang ia bawa tersebut, lalu menghadap ke arah Steve, “Bicara apa?”. Steve menengok ke sekitar, dan merasa tidak enak jika harus berbicara dikerumunan orang yang sedang bekerja ini, “Ayo kesana, santai saja, aku akan mentraktirmu.” Kata Steve sambil menunjuk restoran makan cepat saji.
Sampai didalam restoran tersebut, Steve langsung memilih tempat duduk dan memilih makanan, ia menyuruh Ando untuk memesan juga. “Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?” kata Ando sambil bersandar di kursinya.
Sebelum menjawab, Ando sudah menambahi pertanyaanya, “Aku agak kaget saat kau menyapa dan menghampiriku tadi, apa yang ingin dibicarakan siswa teladan sepertimu dengan siswa bermasalah sepertiku? Apa kau mau melakukan survey untuk tugas? Atau-“ belum sempat Ando melanjutkan pertanyaannya, Steve sudah memotong pertanyaan tersebut.
“Kau cerewet juga,” Steve tertawa meledek, Ando hanya bisa memalingkan wajahnya sambil mendecih kesal. Steve kembali melanjutkan, “Begini, apa yang ingin kubicarakan denganmu tidak ada hubungannya dengan tugas atau pun sekolah, aku hanya ingin tahu saja, kenapa kau bekerja di proyek pabrik tersebut?”.
Ando kembali melihat ke arah Steve, alisnya sedikit terangkat, “Kau mengajakku kemari hanya untuk pertanyaan seperti itu?” Steve mengangguk, “Jelas saja, aku bekerja untuk mencari uang.” Jawab Ando.
Steve diam sejenak, lalu melanjutkan pertanyaanya, “Tapi....kenapa?”
Ando menghela nafas panjang, “Bukankah sudah kubilang? Aku mencari uang. Orang pintar sepertimu tidak mungkin jika tidak paham jawabanku ini.”
“Tidak juga, aku faham, hanya saja masih heran, kenapa kau harus cari uang?” Tanya Steve dengan santai sambil meminum minumannya.
Bukannya menjawab, Ando malah balik bertanya “Kenapa kau sangat peduli?”
“Entahlah. Hanya saja sekarang ini aku sedang bingung, kau tahu? Sebentar lagi kita akan lulus, dan orang tuaku menyuruhku untuk kuliah, tapi aku sendiri bingung mau pilih jurusan apa.” Steve mengatakan hal tersebut dengan nada yang lebih pelan.
“Kuliah? Yah untuk orang kaya sepertimu itu perkara yang mudah. Ibuku sedang sakit jadi tidak bisa mencari uang, sementara adik adikku masih harus sekolah, jadi mau tidak mau aku juga harus cari uang.” Ando tampak sangat kesal saat mengatakan hal tersebut.
“Jadi itu alasanmu sering terlambat?” Tanya Steve.
“Begitulah, berhubung kepala sekolah adalah kenalan dari Almarhum Ayahku, dan beliau juga tahu kondisi keluargaku, dia memberi keringanan, tapi aku tetap diberi hukuman sih,” Ando mengambil donat yang ia pesan dan memakannya.
“Aku tidak tahu hidupmu sesulit itu, yang kutahu kau hanyalah anak bodoh dan pemalas yang sering bolos pelajaran sampai pulang, sering telat dan tidak banyak bicara, dan dipikiranku tentang masa depanmu hanyalah masa depan suram.” sindir Steve.
“Ooh aku juga tidak tahu hidupmu yang sudah super enak itu kau buat sulit, kupikir awalnya kau hanya mesin yang hanya suka bekerja sesuai aturan, menjadi boneka orang orang yang kau sebut ‘teman’, jujur saja, aku suka sekali saat kau diperbudak oleh mereka.” Sekarang giliran Ando yang menyindir.
Suasana seketika hening, namun beberapa menit kemudian, tawa mereka pun pecah. Mereka berpikir menemukan seseorang yang sangat ‘unik’, yang mereka tidak pernah duga sebelumnya.
“Aku tidak tahu kau bisa berkata seperti itu, tapi ku akui perkataanmu memang benar, hahaha.” Kata Steve.
“Haha, aku juga begitu, meskipun tidak ku akui semua perkataanmu benar, seperti yang ku katakana sebelumnya, aku punya alasan sendiri kenapa aku sering bolos dan telat.”
Setelah puas tertawa, mereka masih diam dan memakan kembali pesanan mereka, hening, tapi mereka menyukai keheningan tersebut.
“Hei, apabila suatu hari nanti kau membuat perusahaan dan butuh karyawan yang giat bekerja hubungi saja aku,” Kata Ando sambil tertawa.
“Hmm bisa saja kau yang membuat perusahaan duluan, kalau butuh karyawan yang teliti dan rajin, hubungi saja aku,” Steve pun juga tertawa.
Di hari itu mereka yang awalnya saling tidak kenal, mencoba membagi pengalaman mereka, pengalaman hidup dari sisi yang berbeda, sudut pandang yang berbeda, dan realita yang berbeda., orang orang yang memandang dunia dengan anggapan dunia akan terus bergerak. Dua orang yang menyukai keheningan.
Tamat

Sekian Cerita pendek yang bisa saya bagikan. Terima kasih.

You may like these posts

Post a Comment